Sekolah Anak-anakku di Kyoto (2)

“Kalau di Indonesia, Aku mungkin gak naik kelas”

(Ayal)

Ayal, demikian dia memanggil dirinya yang berambut Ikal. Singkatan dari Ayu Alia. Kadang-kadang Ayaru, karena orang jepang gak bisa huruf L. Dulu di Indonesia pernah dipanggil Mbak Aya, Ayu dan Alia. Tapi jangan sekali-kali memanggilnya Cantik, perdebatannya bisa panjang.

Sudah hampir enam bulan Ayu (panggilan kesayangan dari aku) ikut Abah di Kyoto, pindah sekolah ke SD Yotoku (Yotoku 小学校 –Shougakkou). Yups, Ayu masuk ke sekolah publik di Kyoto. Proses sekolahnya dimulai ketika aku mendaftarkan keluargaku di Ward Office. Ayu karena usia sekolah langsung dicarikan sekolah oleh petugas disana. Kriteria sekolahnya sederhana: terdekat dari rumah. Tak ada urusan dengan biaya pendaftaran, test masuk, atau kewarganegaraan. Begitu terdaftar sebagai warga Kyoto (artinya punya residence card), negara menunaikan kewajibannya. Ayu yang berada di usia wajib belajar (compulsory), mesti sekolah. Ilham (alias Iruhamu) sebagai anak pra SD, tidak bisa masuk ke Hoikuen (daycare punya negara) karena ibu-nya berstatus tidak bekerja, berarti musti masuk Yochien (private kindergarten). Dibawah ini gambar singkat soal compulsory education di Jepang.

illust_edu2

sumber: http://www.tokyo-icc.jp/guide_eng/educ/01.html

Nah kembali ke Ayu. Setelah proses di Ward Office beres, lusa-nya berangkatlah kami ke Yotoku 小学校. Oh ya, sebelumnya Oyamada Sensei-lah yang membuatkan janji dengan Kepala Sekolah. Sedangkan semua proses di Ward Office maupun sekolah dibantu sangat oleh Mihoko San, kawan di lab.

Pihak SD menyambut Ayu dengan hangat. Ayu langsung diperkenalkan ke kelas, teman-teman dan guru-nya. Ayu juga mendapatkan  pelajaran tambahan bahasa jepang seminggu dua kali. Gratis dari sekolah, dan muridnya cuma Ayu saja. Ternyata besoknya langsung mesti masuk, jadilah sore kami mencari perlengkapan: kaos olahraga, topi, alat bekal sekolah, sepatu dalam ruangan. Untunglah untuk  randoseru (tas khas anak SD), Ayu mendapatkan hadiah dari Bude Tari yang tinggal di Kobe. Oh ya, setiap bulan Ayu harusnya membayar 4000 yen untuk makan siang, namun kami dapat subsidi karena Abahnya mahasiswa beasiswa.

Besoknya, Ayu yang sama sekali tak bisa berbahasa Jepang masuk ke sekolah. Ini penampakan Ayu pertama kali masuk sekolah. Tampangnya masgul.

2012-11-15 08.32.41

Hari pertama Ayu diantar Ibun. Namun Ibun langsung dilarang masuk ke sekolah, sedangkan Ayu digandeng gurunya ke ruang kelas.

Ilham betul-betul merasa kesepian karena Ayu sudah mulai sekolah sedangkan Ilham masih mencari TK yang sesuai (dengan kantong Abahnya, he he). Jadilah ia semakin akrab dengan Miffy.

Seminggu pertama Ayu diantar Ibun. Seminggu selanjutnya dibuntuti dari jauh. Selanjutnya berangkat dan pulang sendiri, berjalan kaki. Alhamdulillah, semua berjalan lancar walaupun pernah nabrak tembok karena ngelamun.

Sejauh ini, nyaris tak ada keluhan berarti dari Ayu, entah memang dia gembira ataupun memendam stress. Paling Ayu selalu curhat bahwa merasa digosipkan oleh teman-temannya. Aku sendiri memahami betul bahwa Ayu berjuang super keras baik dalam pelajaran maupun  dalam berinteraksi. Persoalannya memang soal bahasa. Awalnya Ayu tak mengerti apa-apa, namun sekarang pelan-pelan mulai paham (Nihongo-nya sudah lebih baik dari Abah). Tapi anehnya setiap hari ia selalu tak sabar bersekolah. Jam 8.15 pagi tepat Ayu sudah pasti berangkat dengan riang gembira.

Teman-temannya juga baik. Ada beberapa kawan yang sering diceritakan Ayu seperti Cindy, Yamaguchi atau Ayaka Chan (Ayu memanggilnya Aya Kacang). Beberapa mungkin penasaran dengan Ayu, sampai ada yang menemani (atau membuntuti ya?) Ayu pulang sampai ke Apato. Mungkin mereka heran, dari planet mana Ayu berasal?

Nah, selain bermain pianika,  kegiatan yang cukup sering adalah olahraga. jadwal olahraga seminggu dua kali. Ayu nampaknya mesti bekerja keras mengejar teman-temannya yang ramping-ramping (“mengejar”dalam arti sebenarnya lho). Anak-anak jepang nampaknya senang sekali beraktivitas di luar ruang. Walaupun rumahnya mungil-mungil, namun setiap sore meeka biasanya bermain di lapangan yang ada di setiap blok. Mirip lapangan tempat ngumpul Nobita dan kawan-kawan di film Doraemon.

Marathon di sungai Kamo menjadi salah satu ujian terberat Ayu. Untunglah, ekspresinya tak kalah dengan Jenny Rachman dalam Gadis Marathon.

Beberapa waktu lalu Ayu menerima raport. Raportnya dalam bahasa Jepun. Namun Sensei-nya menuliskan dalam bahasa Inggris untuk Ayu. Silahkan dibaca isinya:

raport aya 001

waaaah luar biasa. Isinya semua positif, menghargai dan memotivasi. Yoshida Sensei paham bahwa Ayu datang dari negara antah berantah ke Jepun hanya dengan modal semangat belaka. Semangat itulah yang dijaga olehnya agar tidak padam. Betul-betul pendidik sejati. Kini aku paham, kenapa Ayu selalu bersemangat sekolah setiap hari. 😉 Arigatou gozaimasu

***

NB: Oh ya, ungkapan di paling atas tulisan ini adalah ucapan spontan Ayu ketika kami bersama-sama membaca raportnya……..

Baca juga: Sekolah Anak-anakku di Kyoto (1)

4 comments

  1. Maaf saya mau tanya, apakah seluruh sekolah negeri di jepang pasti selalu punya kelas tambahan untuk bahasa jepang bagi siswa asing yang sama sekali tidak bisa bahasa jepang?
    Terima kasih

  2. Maaf pak ini kan rencana anak saya yg berusia 9thn dan sekarang sudah kelas 3 kami berencana ingin tinggal di sana bersama suami apakah anak saya itu harus mengulang dari kelas satu lagi atau sudah bisa meneruskan sekolahnya ya… trimakasi untuk jawabanya

Leave a comment